PKS Heran Putusan MK Pisah Jadwal Pilkada: Seolah Ambil Alih Pembentuk UU

5 months ago 20
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Ketua Badan Legislasi DPP PKS, Zainudin Paru, menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pilkada nasional dengan daerah. PKS menganggap putusan MK seolah mengambil alih kewenangan pembentuk undang-undang.

Ia menyoroti pemisahan jadwal pemilu untuk pengisian anggota DPRD provinsi dan kabupaten atau kota yang dapat diselenggarakan antara 2 tahun hingga 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan presiden, wakil presiden, DPR, dan DPD. PKS menilai putusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi.

"Perpanjangan masa jabatan anggota DPRD tanpa Pemilu adalah bentuk tindakan inkonstitusional. Hal ini melanggar Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945, baik dari sisi waktu maupun subjek lembaga yang diatur," kata Zainudin kepada wartawan, Rabu (2/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan perubahan fundamental terhadap norma-norma konstitusi seharusnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, bukan Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, Zainudin mengatakan putusan MK telah melebihi batas.

"MK seolah-olah mengambil alih peran pembentuk UUD, padahal ranah itu bukan kewenangannya. Ini menjadi preseden buruk dalam sistem ketatanegaraan kita," lanjutnya.

Terkait pilkada yang turut diatur dalam Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024, Zainudin mengkritik inkonsistensi Mahkamah. Zainudin menilai putusan itu memperlemah posisi hukum MK.

"Putusan ini seharusnya masuk dalam ranah manajemen pemilu, bukan konstitusionalitas. Ketidakkonsistenan ini semakin memperlemah posisi hukum MK, apalagi dalam putusan sebelumnya No. 85/PUU-XX/2022, Pilkada disamakan dengan Pemilu," jelasnya.

Zainudin juga menyinggung soal model keserentakan pemilu yang seharusnya dikembalikan kepada pembentuk undang-undang melalui kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Ia menyinggung Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019.

"Meski pasal-pasal yang diuji dalam perkara ini belum secara eksplisit diubah, kenyataannya model keserentakan telah ditetapkan dan dijalankan pada 2024. Maka, pembentuk undang-undang perlu mengambil kembali fungsi legislasinya untuk memastikan pelaksanaan Pemilu sesuai dengan UUD 1945," imbuhnya.

Simak Video 'MK Pisah Pemilu Nasional-Daerah, Pengamat Soroti Bongkar Pasang Aturan':

(dwr/fca)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article