Legislator PDIP Sebut Usulan Kepala Daerah Dipilih DPRD Bentuk Kemunduran

4 months ago 10
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online
Jakarta -

Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP, Deddy Yevri Sitorus, menanggapi usulan Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin agar gubernur dipilih pemerintah pusat dan wali kota/bupati dipilih oleh DPRD. Deddy menilai langkah tersebut sebagai kemunduran dalam demokrasi.

"Kalau kepala daerah (bupati/wali kota) dipilih DPRD menurut saya itu langkah mundur dalam peradaban demokrasi," kata Deddy kepada wartawan, Kamis (24/7/2025).

"Karena tidak ada partisipasi publik (meaningful participation) rakyat dalam pemimpin daerahnya," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini, kata dia, akan bertentangan dengan logika dan semangat otonomi daerah yang merupakan hasil dari Reformasi. Menurutnya, usulan tersebut pun tak akan disetujui oleh masyarakat.

"Saya percaya langkah mengembalikan kewenangan memilih kepala daerah lewat DPRD akan ditentang oleh masyarakat banyak. Ini namanya demokrasi poco-poco, maju satu langkah lalu mundur dua langkah. Kapan majunya peradaban kita?" jelasnya.

Ketua DPP PDIP itu mengatakan akan ada banyak resiko yang terjadi jika usulan itu dilakukan. Menurutnya, terdapat banyak kerugian yang akan dirasakan oleh masyarakat.

"Praktik jual beli suara di DPRD, intervensi kekuasaan, hilangnya legitimasi dan hubungan psikologis kepala daerah dengan masyarakat, kepala daerah akan cenderung ngurusi elite yang memilihnya, uji publik terhadap rekam jejak dan kapabilitas calon rendah, partisipasi politik rakyat melemah," paparnya.

"Jadi saya melihat lebih banyak ruginya, jika kepala daerah dipilih, apalagi ketika instrumen hukum dan kekuasaan bersifat abusif dan mengintervensi politik," tambahnya.

Kemudian, kata dia, jika gubernur dipilih oleh pemerintah pusat dapat dipertimbangkan. Sebab, menurutnya, tupoksinya cukup rancu dan tak efektif.

"Bisa dipertimbangkan agar gubernur benar-benar hanya menjadi perpanjangan tangan pusat dan bersifat lebih administratif," ujarnya.

Menurutnya, peran gubernur dapat lebih diarahkan sebagai fasilitator antar daerah. Kemudian, juga membangun sinergi dalam perencanaan pembangunan atau anggaran.

"Jadi semua urusan dan kewenangan pelaksanaan rencana hingga anggaran diserahkan kepada daerah," katanya.

"Misalnya, kewenangan mengurus SMA dan SMK, jalan provinsi dan sebagainya diserahkan kepada daerah. Provinsi bisa fokus mendorong pengelolaan berbasis wilayah, sinergi antar daerah, perizinan, lingkungan hidup dan sebagainya," imbuh dia.

Sebelumnya, Cak Imin menanggapi terkait ide pemilihan kepala daerah. Cak Imin mengatakan ada dua hal yang menjadi kesimpulan PKB dalam pengkajian ulang pemilihan kepala daerah secara langsung.

"Jadi sebetulnya hasil pertemuan NU di beberapa kali munas, musyawarah nasional memerintahkan kepada PKB untuk mengkaji ulang pemilihan kepala daerah secara langsung. Satu, kesimpulannya seluruh kepala daerah habis biaya mahal untuk menjadi kepala daerah, yang kadang-kadang tidak rasional. Yang kedua, ujung-ujungnya pemerintah daerah juga bergantung kepada pemerintah pusat dalam seluruh aspek, belum bisa mandiri atau apalagi otonom," kata Cak Imin di JCC Senayan, Rabu (23/7).

Cak Imin mengatakan PKB ingin ada dua pola dalam pemilihan kepala daerah. Kedua pola itu yakni gubernur dipilih oleh pemerintah pusat, sementara bupati dipilih oleh rakyat melalui DPRD.

"Pola yang pertama gubernur sebagai perwakilan pemerintahan pusat ditunjuk oleh pemerintah pusat. Gubernur, tetapi bupati karena dia bukan perwakilan pemerintah pusat maka bupati dipilih oleh rakyat melalui DPRD," tambahnya.

(amw/rfs)


Read Entire Article