Komnas Perempuan Soroti Kasus Penyiksaan Wanita, Serukan No Justice In Pain

5 months ago 22
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti masih maraknya kasus penyiksaan dan kekerasan terhadap perempuan. Terlebih saat perempuan lantang mengutarakan pendapatnya.

Komisioner Komnas Perempuan, Daden Iskandar, menyebutkan, sepanjang 2024, pihaknya mencatat ada 13 kasus yang mencuat terkait penyiksaan perempuan. Tren seperti itu, menurut dia, terus berulang dari waktu ke waktu.

Hal itu disampaikan Daden setelah diskusi bertajuk 'Memastikan Kebebasan Menyuarakan Aspirasi Tanpa Penyiksaan'. Diskusi itu digelar dalam rangka memperingati Hari Anti-Penyiksaan Internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bahkan tadi dari narasumber disampaikan ada semacam kemunduran gitu. Nah ini yang perlu kita perhatikan bersama tentunya dan perlu kita dorong agar hak-hak korban yang paling tidak pertama kan korban itu memiliki hak untuk betul-betul mereka mengetahui kebenaran dari suatu kasus itu," kata Daden di Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

Selain itu, para korban berhak mendapatkan keadilan hingga pemulihan. Namun, yang lebih penting, menurutnya, tidak adanya keberulangan atas kasus yang serupa.

"Jadi jangan sampai justru dengan adanya orang-orang yang berani speak up, berani berbicara malah misalnya mereka kepercayaan dirinya menjadi hilang," ucapnya.

Karena itu, dia menilai pemerintah hingga masyarakat harus ciptakan ruang-ruang aman sehingga korban bisa kembali pulih.

"Ruang aman seperti ini untuk berbicara, untuk memberikan kepercayaan diri, membangkitkan kembali kepercayaan dirinya itu penting," terang Daden.

"Jangan sampai suara perempuan yang vokal memperjuangkan keadilan, memperjuangkan kebenaran itu dibungkam," katanya.

Dalam diskusi, Wakil Ketua Transisi Komnas Perempuan Sondang Frishka menyebutkan bahwa tidak ada keadilan di dalam penderitaan akibat penyiksaan. Begitu pula terhadap penghukuman, perlakukan yang tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.

"Kita memiliki tagline 'no justice in pain' juga disepakati untuk memberikan pesan kuat bahwa tidak ada keadilan di dalam penderitaan akibat penyiksaan," tegas Sondang.

Karena itu, pihaknya kembali merekomendasikan poin-poin yang telah tertuang dalam konvensi anti penyiksaan. Dia meminta kerangka hukum diperbaiki agar tidak terjadi lagi penyiksaan kepada perempuan.

"Apa saja yang bisa dilakukan, pertama memperbaiki kerangka hukum. Itu sudah pasti, apa yang di depan mata dan bisa kita lakukan itu ada revisi KUHAP. Revisi KUHAP, kita harus benar-benar mengupayakan supaya ada mekanisme untuk memastikan tidak terjadi penyiksaan," ungkapnya.

Selain itu, Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk segera meratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT) guna memperkuat mekanisme nasional untuk pencegahan penyiksaan

"Jadi itu untuk memastikan negara mengadopsi mekanisme penjagaan nasional," pungkasnya.

Tonton juga "Kasus Kekerasan Seksual Jadi Sorotan Komnas Perempuan di Hari Kartini" di sini:

(ond/lir)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article