DJKI Waspadai Pelanggaran Hak Cipta Akibat Penyalahgunaan AI

5 months ago 42
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) tengah mewaspadai potensi pelanggaran hak kekayaan intelektual (KI) yang ditimbulkan oleh penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Direktur Penegakan Hukum DJKI, Arie Ardian menjelaskan salah satu bentuk pelanggaran yang paling rawan terjadi adalah penggunaan karya cipta berlisensi tanpa izin dalam proses pelatihan AI generatif.

"Contohnya pengembangan AI yang mengambil ribuan bahkan jutaan karya digital baik berupa teks, musik, gambar, maupun video, tanpa memperhatikan lisensi atau hak pencipta. Ini jelas masuk kategori pelanggaran hak cipta, baik secara ekonomi maupun moral," ucap Arie dalam keterangan tertulis, Senin (23/6/2025).

Selain itu, lanjut Arie, AI generatif berpotensi menimbulkan isu plagiarisme dan ketidakjelasan status hukum atas konten yang dihasilkan. Hal ini dapat menimbulkan kerentanan hukum yang perlu segera diantisipasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, pihaknya telah mengembangkan pendekatan berbasis risk assessment untuk memetakan potensi pelanggaran KI dalam ekosistem AI. Melalui pemantauan tren teknologi, konsultasi dengan para ahli, serta benchmarking kebijakan dan regulasi global, DJKI sedang merumuskan kebijakan yang lebih adaptif terhadap dinamika baru.

"Kami tidak bisa mengandalkan cara-cara konvensional dalam penegakan hukum. Di era AI, penegakan hukum harus digital, responsif, dan kolaboratif. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan aparat penegak hukum menjadi prioritas kami," ujar Arie.

Arie menjelaskan DJKI saat ini sedang menyusun roadmap strategis penegakan hukum KI berbasis teknologi. Hal ini mencakup penambahan jumlah dan kapasitas PPNS, penyusunan pedoman teknis, digitalisasi sistem pelaporan dan pelacakan, serta penguatan kerja sama lintas lembaga.

Oleh karena itu, DJKI telah menjalin koordinasi dengan Kepolisian RI, Kejaksaan Tinggi, serta Kementerian Komunikasi dan Digital melalui forum koordinasi dan perjanjian kerja sama teknis. Meski belum ada kasus resmi yang diklasifikasikan sebagai pelanggaran KI melalui AI hingga pertengahan 2025, DJKI telah menerima laporan awal terkait penggunaan karya digital dalam dataset AI tanpa izin.

"Kasus-kasus ini sangat kompleks karena bersifat transnasional, sulit dilacak, dan penuh dengan tantangan pembuktian. Namun DJKI tidak tinggal diam. Kami terus memperkuat deteksi dini, menyusun legal guidance, serta mendorong pembaruan regulasi," jelas Arie.

Menariknya, DJKI tidak hanya melihat AI sebagai tantangan, tetapi juga sebagai bagian dari solusi. Saat ini, DJKI tengah merancang pemanfaatan AI untuk sistem pemantauan dan deteksi dini pelanggaran KI digital. Rencana ini masih dalam tahap awal, dan akan melibatkan kerja sama dengan sektor pemerintah, swasta, akademisi, serta komunitas teknologi.

"AI akan kami manfaatkan sebagai alat penegakan hukum, bukan hanya sebagai tantangan. Namun, ini memerlukan infrastruktur digital dan kolaborasi lintas disiplin yang kuat," ungkap Arie.

Untuk memperkuat landasan hukum, DJKI tengah melakukan kajian yuridis atas undang-undang yang ada, termasuk Undang-Undang Hak Cipta serta menyusun pedoman teknis penggunaan karya cipta dalam pengembangan AI. DJKI juga aktif dalam forum internasional, seperti WIPO, dan menjalin kerja sama dengan otoritas KI di negara lain seperti Jepang, Singapura, dan Amerika Serikat.

"Kami mengajak seluruh pengembang dan pengguna AI untuk menjunjung tinggi etika inovasi. Gunakan materi yang legal, hormati hak cipta, dan jadilah bagian dari ekosistem digital yang adil dan berkelanjutan," tutup Arie Ardian.

(akn/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article